Saturday, December 02, 2006

MENU MAKANAN HARI INI

Hanya ada tiga pilihan rasa bagi tipe manusia- manusia yang bahkan terlupakan peradaban untuk menikmati dunia. Rasa yang pertama adalah sublimasi rasa sakit, benci, dendam, kelemahan, ketidakberdayaan untuk menjadi manifesto kesejahteraan lahir dan batin kaum aristrokrat. Singkat kata berdamai dengan keadaan yang lemah, financial yang menghawatirkan, tak berbakat, miskin dalam stamina dan vitalitas, memiliki tipe tubuh dan muka yang boleh dibilang tidak camera face dan pasti akan ditolak mentah- mentah oleh semua rumah produksi sinetron dan agensi modeling di seantero negeri ini. Bukanya berperang dengan keadaan tadi, tapi justru menerima dan meromantisir keadaan yang menghawatirkan serta dengan tegas menolak untuk secara kritis memikirkan berbagai alternatif pemanusiaan karena pemanusiaan dianggap sebagai manifesto peradaban kaum aristokrat yang sudah jelas merupakan musuh atau kontradiksi pokok pilihan rasa ini.

Menu pilihan rasa yang kedua sesungguhnya tidak meiliki kontras rasa yang jauh berbeda dengan pilihan rasa yang pertama. Masih ada kesamaan tekstur bila kita coba kunyah lebih dalam. Kesamaanya kira- kira masih dengan tegas menolak secara kritis berbagai alternatif pemanusiaan. Nasi sama- sama berdamai dengan keadaan yang lemah dan hal- hal yang menghawatirkan tadi, tetapi keadaan ini tidak didramatisir dan diromantisir melainkan dicoba untuk dilupakan. Menu pilihan rasa ini sedikit mengandun bahan- bahan yang dapat mempengaruhi susunan urat syaraf manusia sehingga sesaat para pemilih menu ini akan sejenak terlelap dalam kondisi yang muram lalu larut dalam manifesto peradaban kaum aristokrat dalam mimpinya. Perbedaan rasa ini dengan pilihan rasa yang pertama adalah apabila pada rasa pertama secara tegas menolak dan menyatakan perang terhadap nilai- nilai peradaban kaum aristokrat dan memproklamirkan nilai- nilai peradabanya sendiri, pilihan rasa yang kedua ini justru berdamai dengan nilai- nilai peradaban aristokratdan menawarkan manifestasinya dalam imajiner panjang.

Pilihan rasa terakhir dari daftar menu yng tersedia hari ini bagi tipe manusia yang memiliki ciri- ciri dengan keadaan yang lemah, financial yang menghawatirkan, tak berbakat, miskin dalam stamina dan vitalitas, memiliki tipe tubuh dan muka yang boleh dibilang tidak camera face dan pasti akan ditolak mentah- mentah oleh semua rumah produksi sinetron dan agensi modeling di seantero negeri ini walaupun merupakan pilihan rasa yang terakhir namun cukup revolusioner dan memiliki sensasi yang dasyat. Pilihan rasa ini menawarkan pemikiran kritis dan aksi nyata terhadap proses pemanusiaan. Rasa ini dengan tegas menolak aksi diam diri dan menyrah pada kondisi yang muram, mendramatisir dan meromantisir penderitaan apalagi mabuk dalam imajiner manifesto peradaban kaum aristrokrat. Rasa ini memiliki komposisi resep yang berani bangun dari keterpurukan untuk memperbaiki kondisi dan lebih luas lagi mencoba membangun sebuah peradaban dengan pemikiran yang kritisdan aksi nyata sehingga terwujudlah sebuah tatanan dunia baru yang dinamis, harmonis, adil, sejahtera secara merata dan damai.

Nah, sebagai bualan terakhir saya kali ini wahai kaum yang tergolong kepada tipe manusia- manusia dengan keadaan yang lemah, financial yang menghawatirkan, tak berbakat, miskin dalam stamina dan vitalitas, memiliki tipe tubuh dan muka yang boleh dibilang tidak camera face dan pasti akan ditolak mentah- mentah oleh semua rumah produksi sinetron dan agensi modeling di seantero negeri ini daftar menu pilihan rasa telah saya berikan pada anda sekalian. Anda hanya diberi kesempatan untuk memilih satu pilihan rasa ini sekali seumur hidup anda. Maka pilihlah satu pilihan rasa untuk menemani anda sampai akhir hayat nanti. Maka jadilah seorang pemilih yang selektif yang memilih rasa sesuai dengan keyakinan rtligi, kemampuan diri, selera, kebutuhan hidup dan yang paling penting pilihan anda harus mampu anda pertanggungjawabkan secara moral kepada diri anda sendiri, keluarga, komunitas, bangsa, negara, peradaban dan Tuhan Yanng Maha Esa.

Ari Syahril Ramadhan

Jurnalis dan Redaktur Jurnalzines Mataharimerah

Masih akan terus melakukan eksplorasi rasa lainya

Menerima kritik dan saran

Thursday, September 21, 2006

Me, my mind, narcism and ascetism

Probably its the most greatest mix for your drink, no need add vodka or whiskey couse i guarantine you must be 120 percent will be fly soo *** if you are drink it.

Sunday, September 17, 2006

surat dari seorang kawan

Assalamu'alaikum wr.wb
Telah kubangun sejenak selimut goa ini.
Kemarilah, dan kemarilah kawanku matahari merah berserta cahaya keabadian.
Lupakan sejenak tikus tikus berpuas diri dalam sangkar temaram zaman, meludahi dada sendiri yang lalu saat sedih mereka jilat sendiri dikeramaiannya hiruk pikuk peradaban. Ada baiknya ghaib disisi keghaiban, dari keghaiban itu sendiri dengan kegaiban-Nya. Mari bersenantiasa abadi dalam maujud dipintu-Nya. Ini dimensi lain dari tempat tak dekat dan tak jauh. Ada berjuta hikmah-hikmah yang agung serta isyarat-isyarat mencerahkan direlung diri.
Disana pernyergapan gelab gulita sedang bergemuruh, berguntur ria dalam keangkuhan kepala batu duniawi.
Kemarilah kawanku,
Kemarilah…
Disini, disini dalam kerudung goa kita bertamasya sesunyi maknawi di jalan lurus menuju-Nya.
Wassalam.
#BintangkebaliK#
Minggu, 17 september 2006
Bandung.


kelak beritakan surat ini kepada hati kalian jika aku tiada lagi disamping kalian.

Monday, September 04, 2006

Hmm. . .

Silent Kill The Stage Star


mungkin inilah diam
ketika kata tak lagi jadi senjata
merunduk merajam makna
argh, rebah sajalah . . .


A. Syahril Ramadhan
Bedeng, Awal September
2006


Friday, September 01, 2006

CATATAN AWAL BULAN

Melangkah jua akhirnya keraguan pada abunya cakrawala setelah pagi tadi angin mengikat janji setia pada awan dan menyemai buah hati mereka di senja yang merah.

Saturday, August 26, 2006

f alcohol not hangging around in your braind any more, what can we do bro? Would we consist with what we have done before Or what to be done tomorrow Ah, that issue is too naif ! I think, but should i think ? Too useless to use my braind this time, there too many social theory right now Ah, let it be Let the water fall let the wind blow and let them bring our soul fly to the hyper point Ah, hiii . . . ! Everyone who read this bubling shit Nevermind bro, its just smoke caused from burning soul Soul who burned couse too many cancer around and too hard to moved Ah, let we finist this bullshit. Go back to your activities, go back to your dreams, go back to your strugles, go back to your belives, go back to what you done before. But remember, keep your destenation just to one door ( Like BK Said), stay a while in the bar if you too tired to walk again, but one more time, just a while! Hahaha . . . Ah wait, i still want to share this bubling to you all bro. Ok, deal? I meet Ucox this eve, Ah he still too obsest with anarco syndicate. And i think he's very seriosly. It's good, hope he can manifest his anarchy soul in his performance. Ok Cox, keep strugle bro. kick all capitalst, and comprador who kills our liberte. hehehehe . . . Dont just sleeping and wandering you married with Ami ! Wake up than take back your hart that you give to her before, dont give your hart to anybody, couse only you who can keep it. Ah, ok everybody. I think . . . . ah, dont thinking anymore just finist this bubling

Thursday, July 13, 2006

KAu dan Siluet yang Memancar di Air Mukamu

Lagi dan lagi kau terus menuangkan sorot matamu yang tajam. Bukanya apa- apa tuan, tetapi siluet yang mengalir di dalamnyalah yang membuat aku harus kembali berjalan menuruni masa lalu di tepian tebing terjal itu. Lalu kemanakah abu- abu yang biasanya bersemayam dalam hamparan alam semesta ini!?
Syair yang kau lantunkang seakan terus menyeru untuk kembali menata baris demi baris tatanan tetrikal dramatik ini, sungguh sebuah rentetan propaganda sebuah perhalatan akbar di akhir pekan.


Tuesday, July 11, 2006

KEMANA TUAN BERJALAN

Aku adalah anak zaman
menepis kerinduan pada pekatnya embun malam
bersenandung senja diambang beribu lantunan nada sendu
dikala ornamen- ornamen kegelisahan
menjadi interior yang menghiasi ruang demi ruang di gedung - gedung yang menjulang hingga ke kubah langit
yang menghalangi mentari menuangkan cahaya pagi senjanya
pada dinginya rerumputan di hamparan bebatuan
maka, selamat mencintai peradaban tuan
atau silahkan tuan berselimut cahaya
dalam ruang kegelapan

Ruang sunyi
12 Juli 2006
03.21 AM

Tuesday, June 20, 2006

salam tiga jari

Hari ini aku telanjang
melintas diatas pematang sawah
dengan semangat membara berlari menuju sungai tepian kecil yang jernih di sisi sawah
membasahi luka dan noda
membiarkanya hanyut terbawa air sunyi senyap
lalu kuganti dengan segayung opini yang kusireamkan diatas kepalaku
kubiarkan membasahi tubuhku
mari kita mandi opini kawan
sesaat memang terasa segar membasahi sukma

Esok hari aku berjalan di siang keramaian kota
melintas diatas pematang sawah
berpayung luka merahnya matahari
yang memaksa trotoar, rambu jalan, tong sampah di sudut tiang
menyapaku dengan penuh kegelisahan
lalu dimanakah sisa- sisa kesegaran opini- opini tadi
mengapa wangginya tak setia menemani
mengapa ia habis terbakar matahari
dan terusir debu jalanan

Mendekatlah noda dan luka
karna kau setia menemaniku dalam riang dan duka





Saturday, June 17, 2006

MATAHARI MERAH

Aku adalah matahari merah
yang memecah batu kebisuan
menanam benih umbi di ladang
menghisap cerutu
dan menenggak congkaknya awan jingga di cakrawala
maka, selamat datang pagi

Aku adalah matahari merah
kuhangatkan punggung- punggung ibu dan bapa tani
melantunkan irama ombak yang berderu
mencabik dawai gitar di ramainya terminal
bersendawa di kubah langit
maka, menarilah di panasnya siang

Aku adalah matahari merah
siluet romantis bagi para pujangga
mengharumlan lukaku yang merah
disepanjang etalase pertokoan
ditemani kematian para bidadari
tapi tak apalah,
mari kita nikmati senja dengan segelas lemon ice tea bercampur vodka

aku adalah matahari merah
tergilas rotasi bulan kini
terusir dari peradaban
eksodus menuju semak belukar kesunian
maka . . .
selamat datang Tuhan


Ari_Makar
03.50 am




Thursday, June 15, 2006

Kalau kau iba melihatku kawan
arahkan revorver 36 mm itu tepat di kepalaku
genggam dengan erat, lalu bisikan di telingaku 2 kalimat syahadat
dan dengan menyebut nama tuhan, tekanlah picu senjata itu tampa ragu
dorrr . . .
maka kau tlah bukakan pintu gerbang kebebasan bagiku

Tak perlu kau bertanya mengapa
benih padi yang tlah kutanam, dan umbi yang tlah siap dipanen diladang
tlah habis terbakar putaran roda zaman
bahkan dialektika Mark yang mantap kutancapkan di pintu gerbang ladang
tak mampu menghadang segerombolan pasukan berkuda imperialis itu
harapan pecah,
mau kuberi makan apa istri, anak dan cucu- cucuku kelak !?
Karena sepotong roti gandum Trotski kurasa tak mampu mengganjal perut- perut mereka yang digerogoti kucing

Tapi tunggu sebentar,
kali ini hatiku sedikit lega
siapa yang akan kuberi makan kelak !?
gadis kembang desa yang akan kukawini dan anak buatanku ?
gadis desa mana yang akan kukawini?
karena kalau tak salah, pasukan imperialis itu juga menyerang kampung kami
gadis muda, istri- istri orang, janda tua, bahkan anak gadis kecil tak luput mereka renggut kesucianya satu persatu . . .
tak ada yang tersisa, mereka semua disetubuhi dengan kasar
bahkan lebih kejam dari tentara jepang yang mengeksploitasi para geisha di zaman dulu
Tak ada yang bisa menolak, smua hanya berteriak dalam hati
akupun yang sempat menyaksikan perempuan- perempuan desaku yang diseret paksa tanpa sehelai kain menutupi indah lekuk tubuhnya tak bisa konak
karna bukan sensualitas yang kulihat hari itu kawan
yang terdengar hanya aroma luka dan derita

Cepatlah kawan
kurasa tak perlu kuceritakan lagi smua
kurasa sawah dan ladang yang hangus terbakar, rumah dan pagar yang rata dengan tanah, mayat- mayat yang bergeletakan di tanah dan mengeluarkan aroma pilu itu kan berteriak padamu
memberikan kisah bangsa yang terjajah
memberikan kisah bangsa yang habis dikuras harta kekayaanya
memberikan kisah bangsa yang diperkosa perempuan- perempuanya
bangsa yang dikebiri kaum prianya

Ambilah buku dan penamu, lalu dengan sucinya hatimu
goretkanlah syair pilu tragedi ini
ambilah kameramu
lalu degan imanmu rekamlah tanah yang bersimbah darah ini
sebarkanlah pada dunia







Malam semakin kelam dan semakin larut dalam keheningan
menghitamkan bayang dan aroma luka diriku dibawah sinar bulan
yang meninggalkan kerinduan di sukma

merampas segenggam bara api jiwa dan seberkas cahaya harapan


Thursday, June 01, 2006

Tuesday, May 16, 2006

KSATRIA BRJUBAH MERAH


Harapan telah rapi kugantung di kubah langit

sehingga galah pun tak sanggup menggapi bayangnya

aku yang pernah asyik bercumbu dengan merah

meradang dan rebah

menyaksikan para ksatria berjubah merah

berlumuran keringat dan darah

berdiri tegak mengibarkan panji- panji perjuangan

dihadapan beribu- ribu moncong senapan

Detik demi detik, menit demi menit, jam demi jam,

hari demi hari hingga berabad- abad lamanya

aku masih duduk terpaku dihadapan sebuah televisi 21 inci

didalam sebuah ruang imajinasi

seperti mayat yang tak bernyawa

duduk terkaku menyaksikan jubah merah yang dipakai ksatria- ksatria itu

robek terkoyak timah- timah panas dan tikaman sangkur yang menempel di moncong laras- laras senapan

Jubah merah yang dulu pernah indah melapisi badanku

sehingga tampak gagah ketika ku berjalan dan berteriak teriak di jalanan

membuatku berani menghadapi satu divisi pasukan bersenjata yang melindungi istana- istana para penghisap keringat dan darah rakyat

hanya dengan sebuah pengeras suara tergenggam di tangan

Ksatria- ksatria pemberani berjubah merah

yang dulu senasib, sejiwa, seraga dan memerahkan darahku

Lagi- lagi ku hanya duduk terkaku

Ruang Sunyi, 16 Mei 2006

03:39 AM

Sawah Hatiku

Hamparan sawah yang terbentang dihatiku masih kering kerontang

sehinnga tak pantas kutuliskan menjadi sebuah puisi cinta untukmu

akan kutunggu angin berhembus mengumpulkan mendung lalu hujan turun

barulah akan kubajak sawah, dan kutanami bibit- bibit padi

sehingga akan kukirimkan syair indahnya hamparan hijau padi yang baru tumbuh

kan kubuat lagu cinta padamu indahnya hamparan padi yang mulai menguning layaknya hamparan emas di Buyat

dan akan kudatangi emak, bapakmu dengan sebuah mobil Honda Jazz berwarna pink hasil penjualan beras panen sawahku

Tapi itu nanti dindaku

setelah hujan turun di bulan September

karena hari ini aku masih malas tuk mengangkat pacul

dan membuat sebuah saluran irigasi dari sungai dan mengalirkanya ke petak- petak sawahku

sabarlah ya, bukankah itu yang selalu diajarkan utusan Tuhanmu itu

atau kalau kau mau cepat

berdoalah pada Tuhanmu itu

agar Pak Kades mau membuat saluran irigasi untuk sawah di hatiku

tapi kurasa tak mungkin, karena uang yang seharusnya dipakai membuat irigasi itu telah berubah menjadi sebuah motor Yamaha Mio untuk istrinya dan juga sebuah kamera digital Cannon Pro 1 untuk anaknya yang kuliah di Jurusan Jurnalistik FIKOM UNPAD

Jadi sekali lagi sabarlah menunggu wahai dindaku

sabarlah menunggu hingga akhirnya kukecup merah meronanya pipimu yang saat ini hanya bisa kulihat di friendstermu dari sebuah layar monitor sebuah computer di sebuah warnet di kawasan Bandung Utara

Sabarlah menunggu hingga kutuai hasil sawah hatiku nanti

Ari_Makar

Monday, May 15, 2006

Tuesday, May 09, 2006

Merahkan Darahku Kawan !

Bung, hari ni darahku sudah tak lagi merah
warnanya pudar terkikis senja di cakrawala
senja yang tampak indah
namum menghanyutkan jiwa proletariatku ke
kelamnya malam

merahkan darahku dengan lagu-lagu perjuangan
rakyat

Bung, hari ni darahku sudah tak lagi merah
trombositnya habis termakan ombak di lautan
lautan yang menenggelamkan habis keyakinan
dan kesadaran
merahnya hari depan perjuangan kita

merahkan darahku dengan kibaran panji panji
perjuangan kita
merahkan darahku dengan salad buku- buku kiri
merahkan darahku dengan sebatang rokok cap
palu arit
merahkan darahku dengan secangkir kopi hangat
propaganda
merahkan darahku dengan merahnya darahmu . . .

Ari_Makar
Merahkan darahku kawan