Monday, January 26, 2009

Binatang Purba Penyu Mampukan Bertahan di Sukabumi

Binatang Purba Penyu Mampukan Bertahan di Sukabumi

PENYU merupakan satwa liar peninggalalan jaman purba yang populasinya semakin menurun bahkan dikhawatirkan punah. Sehingga keberadaanya dilindungi. Pantai Pangumbahan yang berada di kawasan Kabupaten Sukabumi merupakan kawasan yang didarati jenis penyu hijau (chelonia mydas) betina yang baru mampu bereproduksi dengan cara bertelur setelah berusia 20 tahun. Mampukan jenis binatang ini bertahan di muka bumi jika ditilik dari perkembangan kawasan tersebut juga itikad penentu kebijakan di negeri ini?


Penyu memiliki peran dalam keseimbangan ekosistem alami. Penyu hijau betina akan melakukan perjalanan ke garis pantai untuk melakukan pendaratan, membuat sarang dan bertelur. Biasanya seekor penyu hijau betina akan menelurkan ratusan butir telur kedalam pasir yang telah mereka gali sebelumnya. Setelah beberapa minggu telur-telur tersebut menetas dan lahirlah bayi-bayi penyu hijau (tukik) yang akan berjuang keras melakukan perjalanan kembali ke laut lepas. Dari ratusan tukik ini mungkin hanya beberapa ekor saja yang akan terus hidup atau kembali ke pantai untuk bertelur.


Menurut para ahli, peristiwa diatas telah terjadi dalam rentang waktu bulan Juli hingga Desember. Bentangan pantai di daerah Sukabumi Selatan, terutama di daerah Pantai Pangumbahan yang ini memiliki garis pantai sepanjang 3.000 meter merupakan salah satu tempat ideal dan paling banyak didarati oleh penyu hijau. Namun seiring perjalanan waktu, arus migrasi manusia mulai merambah ke areal tersebut. Itu menyebabkan semakin berkurangnya areal pendarat dan bertelur penyu hijau. Juga banyaknya aktivitas manusia pengunduhan telur penyu dari sarang alaminya dan perburuan penyu untuk diambil daging atau bagian tubuh lainnya turut mengancam kelangsungan hidup penyu hijau.


Kegiatan ekonomi yang ditengarai turut memacu kepunahan binatang ini diantaranya pengunduhan telur penyu hijau di kawasan itu berlangsung sejak tahun 1973. Diduga pengunduhan telur di 9 titik pantai yaitu Pantai Pangumbahan, Ciujungan, Legok Matahiyang, Karang Dulang, Cibulakan, Citirem, Cikepuh, Cicebek dan Batu Handap. Namun, semenjak tahun 1980, delapan titik pantai ditetapkan menjadi areal konservasi dan dikelola oleh Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). Sedangkan Pantai Pangumbahan yang memiliki titik pendaratan penyu dengan area terluas untuk bertelur, pengelolaanya diserahkan kepada pihak swasta.


Padahal secara internasional, penyu hijau (chelonia mydas) telah masuk dalam golongan hewan yang dilindungi berdasarkan kesepakatan Convention on International Trade in Endangered species of flora and fauna (CITES). Isi kesepakatan ini antaralain, penyu hijau dimasukan kedalam kategori APENDIK 1. Artinya satwa tersebut dilindungi dan tidak boleh dimanfaatkan karena kondisinya terancam punah. Indonesia saat itu ikut menandatangani kesepakatan, segera merativikasinya dengan mengeluarkan Undang-Undang No. 43 tanun 1974. Selanjutnya Pemerintah Indonesia kembali mengeluarkan produk hukum seperti Undang-Undang No. 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999 tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa, juga Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 1999 tentang pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar.


Kendati telah ada berbagai aturan untuk melindungi keberadan penyu, dengan dalih kebutuhan ekonomi pemburuan akan telur penyu di Sukabumi masih terus berlangsung. Padahal saat ini upaya penegakan hukum terhadap para pengunduh dan penjual telur penyu gencar dilakukan. Kerjasama pihak Kepolisian, BKSDA dan kelompok masyarakat yang peduli terhadap kelestarian penyu hijau gencar dilakukan. Bahkan upaya hukum terhadap para pengunduh dan penjual telur penyu ada yang sudah mencapai tahapan penyidikan di Kejaksaan Tinggi Jawa Barat. Seorang penjual telur penyu M (48) kini tengah menjalani proses penyidikan. Dia diancam akan dijerat dijerat pasal 21 UU No. 5 tahun 1990. Lantas, cukupkan shock terapi seperti ini mempertahankan keberadaan satwa langka yang dunia internasionalpun ikut memantaunya? * Ari (Sukabumi/Bandung)

No comments: