Setelah Noordin M Top, kini Densus 88 kembali berhasil membunuh Saefudin Juhri dan Syahrir, buron teroris yang selama ini dicari-cari. Apakah ini berarti jaringan teroris di Indonesia sudah habis?
Jumat (9/10) tengah hari, listrik di rumah kos milik Haji Jatna padam. Semula, penghuni kos di RT 01 RW 03 Kelurahan Cempaka Putih, Ciputat Timur, Tangerang, Banten itu mengira pemadaman listrik rutin yang dilakukan PLN. Maklum, belakangan memang sedang berlaku pemadaman listrik bergiliran. Tapi tak lama kemudian ada gelagat aneh. Dari arah luar rumah terdengar derap langah sepatu. Rentetan tembakan dan ledakan bom pun menyusul kemudian.
Usep Muzani, penghuni kos yang berada di lokasi saat kejadian, masih ingat betul peristiwa menegangkan di siang bolong itu. Ia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri dari jarak sekitar 1,5 meter bagaimana aparat memuntahkan rentetan peluru ke arah dua orang yang belakangan diidentifikasi sebagai Saefudin Juhri (SJ) dan M Syahrir.
Tembakan berhenti, lantas aksi bom beraksi. Tak kurang dari tiga bom menghunjam kamar kos yang dihuni dua buron teroris yang paling dicari itu. “Saat bom meledak, dinding kamar saya ikut bergetar,” ujar Usep.
Tak ayal aksi penggerebekan oleh Densus 88 Mabes Polri ini mengakibatkan kemacetan parah di sekitar kawasan Ciputat dan sekitarnya. Masyarakat yang penasaran berusaha untuk melihat dari dekat. Selama beberapa jam, lalu lintas di kawasan ini macet total. Mereka baru meinggalkan tempat saat aparat pergi dari Tempat Kejadian Peristiwa (TKP).
Beberapa jam kemudian Mabes Polri memastikan bahwa dua korban yang terbunuh dalam aksi tersebut memang Juhri dan Syahrir. Jenazah kedua teroris yang terlibat peledakan bom hotel JW Marriott dan Ritz Carlton pada 17 Juli 2009 itu telah berada di kamar mayat Rumah Sakit Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur, untuk menjalani proses identifikasi mayat oleh tim forensik. Dua teroris kakak beradik itu diketahui tewas dengan luka tembak di beberapa bagian tubuh.
SJ sudah menjadi buron polisi sejak beberapa bulan lalu. Polisi menjuluki ahli bekam ini sebagai perekrut suicide bomber. Karena pengikut ustad inilah yang diidentifikasi polisi sebagai orang yang meledakkan separuh Hotel JW Marriott dan Hotel Ritz Carlton.
Polisi juga menetapkan dia sebagai orang yang paling berbahaya dan ditakuti. SJ dianggap seorang jenius dalam bidang perekrutan calon pengebom berusia remaja. Polisi juga menyebutnya sebagai penerus Noordin M Top.
SJ menghilang setelah ledakan bom Marriot dan Ritz Carlton. Namun, polisi terus memburunya. Beberapa kali jejaknya berhail diketahui, namun akhirnya menghilang lagi. Diperkirakan dia selalu berpindah-pindah tempat dan dilindungi dengan jaringannya secara sistematis.
Hasil perburuan terakhir melaporkan bahwa SJ masih berada di sekitar pulau Jawa. Polisi pun mengobok-obok daerah yang dicurigai sebagai tempat persembuyian. Tapi tak juga membuahkan hasil. Belakangan polisi mendapat informasi dari warga bahwa sang ustadz pernah berada di kawasan Curug Nangka, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, tepatnya di Villa Marketi yang berada Kampung Tari Kolot, daerah perbatasan antara Kecamatan Tenjo Laya dengan Tamansari.
Laporan warga itu langsung direspon. Pengembangan penyelidikan terus dilakukan. Kali ini SJ diberitakan tengah berada di Solo, maka Densus 88 pun mengubernya kesana. Tetapi ternyata justru Nooedin M Top yang berada disana. Saat itulah sang gembong terororis berhasil disergap dan akhirnya tewas terbunuh bersama beberapa tersangka teroris lainnya.
Penangkapan Noordin tak membuat polisi menghentikan pengejaran SJ. Info terakhir, SJ berada di Wonosobo, Jawa Tengah. Namun setelah dilakukan pengecekan, hasilnya nihil. Hingga akhirnya, petunjuk polisi mengarah ke sebuah rumah kos di Cempaka Putih, Ciputat Timur, Tangerang, Banten. Setelah yakin kebenaran informasi, Densus 88 pun terjun melakukan penyergapan, pekan lalu.
Sebenarnya, warga setempat sudah lama curiga dengan SJ dan Syahrir yang menghuni kamar kos nomor 15 itu. Namun warga tidak menyangka orang yang dicurigainya adalah buronan polisi.
Gozali, 35, pemilik warung soto langganan kos, misalnya, menceritakan, bahwa lelaki muda yang bertubuh kurus dan berkulit hitam itu pernah memesan satu bungkus soto mi. Dia tidak banyak bicara saat memesan pada Rabu 7 Oktober 2009 malam. "Anehnya, pesannya tidak mau diantarkan ke kamar," kata Gozali.
Penghuni kos lainnya, Ihya Ulumidin, 18, mahasiwa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah semester satu, jurusan Pendidikan Agama Islam, merasakan kecurigaan saat melaksanakan salat maghrib Kamis (8/10) lalu. Ihya ikut salah jamaah di musala yang terdapat di lantai dua kostnya. "Orang itu sempat memimpin salat jadi imam tapi selesai salat, langsung pergi," kata Ihya.
Meski mengundang kecurigaan, tetapi tak ada satu pun diantara mereka yang menyangka sang penghuni kamar kos itu adalah teroris. Bukan hanya teroris biasa, melainkan tokoh yang berperan penting dibalik aksi-aksi peledakan bom di sejumlah tempat di tanah air. Menurut pengamat terorisme, Al Chaidar, SJ memiliki kapasitas menggantikan peranan Nurdin M. Top di organisasi mereka. “Dia seperti Noordin dalam masalah agama, dia juga bisa berhubungan dengan donatur,” ungkap Chaidar.
SJ sendiri direkrut Nurdin M. Top pada tahun 2002. Dalam dua laptop Noordin, polisi menemukan tulisan Saefudin Jaelani yang menyebut dirinya punya posisi penting dalam jaringan Al Qaeda. “Sejak 2005 sampai saat ini, si abi punya posisi strategis jaringan Al Qaeda Asia Tenggara,” tambah Chaidar.
SJ juga merupakan pimpinan lapangan sekaligus perekrut pelaku bom, Dani Dwi Permana dan Nana Ikhwan Maulana. Sementara, saudaranya Syahrir diduga kuat memiliki keterampilan merakit bahan peledak. Dia adalah mekanik pesawat terbang dan pernah bekerja di sejumlah maskapai penerbangan.
Karena pentingnya peranan SJ tersebut, pengamat teroris Mardigu Wowiek Prasantyo menilai tewasnya SJ dan Syahrir berpotensi menghancurkan jaringan teroris di Indonesia. Alasannya, SJ dan Syahrir adalah dua orang terakhir yang dapat berhubungan langsung dengan Osama Bin Laden di Afganistan. “Dengan tewasnya mereka, maka habislah sudah jaringan teroris di Indonesia,” ungkap Mardiku.
Namun satu hal yang perlu diingat, bahwa Jamaah Islamiah selalu mempersiapkan pengganti pimpinan organisasi mereka yang tiba-tiba tertangkap atau tewas. Satu contoh yang nyata ketika Nordin M.Top tewas dalam penggerebekan di Solo, secara otomatis Saefudin Jaelani langsung menggantikan posisinya. Kini ketika Saefudin Jaelani tidak bisa memimpin jaringan Jamaah Islamiah di Indonesia, bukan hal yang mustahil bila seseorang secara otomatis telah mengambil alih kepemimpinan JI.
Ini diyakini salah seorang mantan anggota JI, Nurhaidi. Alumnus pendidikan S2 di Utrecht University Belanda ini meyakini JI selalu menyiapkan pengganti untuk mengisi posisi pimpinan jika terjadi sesuatu pada pimpinan terdahulu. “Penggantinya bisa saja orang yang kini disebut-sebut media atau bahkan orang yang sama sekali baru yang berasal dari sel-sel rahasia Jamaah Islamiah,” ujarnya.
Tugas utama pemimpin baru tersebut adalah menjaga jaringan JI dan mempersiapkan aksi radikal mereka berikutnya. Sepengetahuannya, JI masih meliki sel-sel rahasia di Jawa Tengah. Sel-sel ini pastinya siap bergerak kapanpun. Secara ideologi, menurutnya, para anggota sel-sel rahasia ini telah memahami dan meyakini garis politik dan garis perjuangan JI. Mereka juga telah dibekali kemampuan dan keterampilan seperti manajemen organisasi dan pergerakan, rekruitmen anggota baru, kemampuan militer, merakit bom, mencari dana serta kemampuan lain yang dapat menunjang gerakan mereka.
Berapa lama waktu yang dibutuhkan sel baru ini untuk kembali melakukan aksi radikalnya, menurut Nurhaidi, sangat tergantung keseriusan aparat penegak hukum di Indonesia, dalam hal ini khususnya adalah Detasemen Khusus 88 Polri. Jika mereka secara massif terus-menerus melakukan aksi kontra terorisme tentu akan mempersempit ruang gerak sel baru JI. Terlebih jika Densus 88 dapat mengungkap identitas dan keberadaan sel-sel baru JI tersebut.
Aksi radikal, jelas Nurhaidi, bisanya dilakukan JI dalam keadaan terpepet. Ini yang perlu diwaspadai aparat keamanan. Karena saat ini terdapat faksi yang sangat radikal ditubuh JI. “Jika saat ini kondisi tewasnya SJ dan Syahrir membuat posisi Jamaah Islamiah di Indonesia tersudut, maka bukan tidak mungkin akan ada sebuah aksi radikal spontanitas dari faksi paling radikal di tubuh JI,” ujarnya.
Pakar intelijen Wawan Purwanto juga tidak percaya bahwa tewasnya SJ dan Noordin berarti habisnya jaringan teroris di Indonesia. "Ancaman masih ada. Karena Upik Lawangga cs belum tertangkap.
Namun, menurut Wawan, dalam waktu dekat ini para teroris yang belum tertangkap tersebut masih belum akan melancarkan serangan. Mereka masih menunggu lengahnya aparat kepolisian. "Saat ini gerakannya surut. Kalau aparat kepolisian siaga mereka tiarap," ujar Wawan.
Meski ancaman teroris masih ada, namun gerakannya tidak seganas saat Noordin dan Syaifudin Zuhri masih hidup.
Dalam kondisi seperti ini, baik Nurhaidi maupun Wawan menyarankan agar aparat kepolisian bertindak waspada, khususnya saat menghadapi perhelatan politik yang terjadi di negeri ini. Tak terkecuali dengan rencana kunjungan Obama ke Indonesia nanti. “Ini sangat mungkin terjadi,” kata Nurhaidi kepada Mimbar Politik.
Kemampuan para teroris untuk mengemas diri juga perlu diperhitungkan. Kini mereka tidak lagi berpenampilan ala pejuang Afganistan seperti memelihara janggut, mengenakan celana tiga per empat dan berbusana gamis. Mereka kini cukup pintar berkamuflase dan bebrbaur secara penampilan dengan masyarakat pada umumnya. SJ dan Syahrir misalnya, mereka mampu berbaur dan berpenampilan menyerupai mahasiswa pada umumnya. Simak penuturan seorang pedagang soto langganan kedua teroris ini, “Yang saya tahu, yang beli itu mahasiswa, perawakannya mahasiswa,” ujar Bang jali.
Kini, kecenderungan jaringan teroris direkrut melalui keluarga juga menguat. Syaifuddin Zuhri dan Syahrir adalah adik kakak. Orang tua mereka, Djaelani Irsjad memiliki delapan anak. Mereka adalah Dermo Prihatno, Anugerah , Muhammad Syahrir, Sabil Kurniawan, Syaifudin Zuhri, Sucihani yang merupakan istri Ibrohim, korban tewas dalam penggerebekan di Temanggung; Subhi, dan Eri.
Rekrutmen teroris melalui jaringan keluarga, selain efektif untuk indoktrinasi karena faktor kedekatan dan intensitas pertemuan, juga memperlihatkan bahwa pola rekrutmen mereka memang sempit. Untuk mencari aman, maka mereka merekrut orang-orang sekitar. Karena itu, meski "nama-nama besar" teroris telah mati, kita tetap waspada bahwa terorisme belum tentu sudah mati.
Ari Syahril Ramadhan
1. Noordin M Top 41 tahun, buron nomor 1, tewas dalam penyergapan di Jebres, Solo, Jawa Tengah, Kamis (17/9).
2. AJ alias
3. Aris Sumarsono alias Zulkarnaen, lulusan kam militer
4. Taqwimbillah, teman dekat pemimpin JI Abu Dujana, lolos dalam penyergapan di Sukoharjo tahun 2007
5. Ustadz Rifqi, sekitar 33 tahun, terlatih di kam militer Hudaibiyah Mindanao. Membantu menjual perhiasan hasil rampokan sayap militer JI
6. Ustadz Munsip, lolos dari tangkapan polisi di Poso tahun 2007. Diduga salah satu pucuk pimpinan JI di Poso
7. Ustadz Kholiq, membantu menyembunyikan senjata setelah pemenggalan tiga siswi sekolah di Poso, tahun 2007 diduga kabur ke Jawa
8. Ustadz Yahya, diduga menjabat sebagai bendahara JI di Poso tahun 2006-2007, membantu meloloskan sejumlah buron Ji dari Poso ke Jawa
9. Enal Ta'o, 31 tahun, anggota JI Malaysia, diduga terlibat dalam perampokan dan penyerangan di Poso, termasuk ke markas Polisi setempat tahun 2006
10. Taufil Bulaga alias Upik Lawanga, 32 tahun, ahli rakit bom dan dijuluki anggota jaringan lain sebagai 'professor' diduga perakit bom Tentena yang meledak tahun 2005
11. Tukiyadi alias Ilyas, dari Kudus, belajar merakit bom kepada Dr Azahari tahun 2004, pelatih di
12. Asep bin Abubakar alias Darwin, terlibat pemboman Natal 2000 dan ledakan Atrium Senen 2001, terakhir dilaporkan sempat tinggal di Kalimantan Timur
Selain itu, beberapa nama teroris terkait langsung dengan pengeboman Hotel J.W Marriott dan Ritz Carlton 17 Juli lalu juga muncul sebagai pendatang baru. Mereka dikendalikan oleh Noordin M, antara lain:
1. Amir Abdillah, pemesan kamar 1808 di Hotel J.W Marriott. Ditangkap Densus 88 pada 5 Agustus di Jakarta Utara. Penangkapan terhadap Amir berhasil mengungkap safe house di Jatiasih, Bekasi.
2. Ibrahim alias Boim, florist hotel J.W Marriott yang hilang sejak peledakan Marriott dan Ritz Carlton 17 Juli lalu. Berdasarkan keterangan yang diperoleh di safe house Jatiasih diketahui dia disiapkan sebagai pengemudi mobil pikap warna merah untuk peledakan kediaman SBY di Cikeas. Ibrohim tewas dalam penggebrakan di temanggung Jateng.
3. Air Setyawan dan Eko Sarjono, tewas dalam penggerebekan rumah di Jatiasih, Bekasi, Sabtu (8/8) pukul 00.30 dini hari. Sebelumnya telah dibuntuti polisi saat mengendarai mobil Daihatsu Xenia hitam bernomor polisi AD 9423 DO. Sempat melawan dengan melemparkan bom pipa ke arah petugas, namun berhasil dilumpuhkan dengan timah panas.
4. Ahmad Ferry, pengontrak rumah di Jatiasih. Masih dalam pengejaran polisi.
5. SJ aliat AT, perekrut Dani Dwi Permana (pelaku di J.WHotel Marriott) dan Nana Ikhwan Maulana (Ritz Carlton). Tewas dalam penyergapan terhadap rumah kos di RT 01 RW 03 Kelurahan Cempaka Putih, Ciputat Timur, Tangerang, Banten, Jumat (9/10)
Sumber: International Crisis Group (ICG)